SELAMAT DATANG

SELAMAT DATANG

Rabu, 11 Juni 2014

Keraton Kasepuhan_Cirebon, Jawa Barat. Indonesia



Sebagai kota yang dibangun pada masa perkembangan Islam, pusat kota Cirebon berada di sekitar alun-alun. Di sebelah selatan alun-alun terdapat Keraton Kasepuhan. Secara administratif keraton ini berada di wilayah Kampung Mandalangan, Kelurahan Kasepuhan, Kecamatan Lemah Wungkuk tepatnya pada koordinat 06º 43' 559" Lintang Selatan dan 108º 34' 244" Bujur Timur. Seluruh kompleks keraton luasnya sekitar ± 185.500 m2 yang dibatasi oleh Jl. Kasepuhan di sebelah utara, timur Jl. Mayor Sastraatmaja, selatan Kali Kriyan, dan di sisi barat terdapat pemukiman penduduk.

Keraton Kasepuhan dibangun sekitar tahun 1529 oleh Pangeran Cakrabuana, merupakan perluasan dari Keraton tertua di Cirebon, Pakungwati. Keraton Pakungwati atau yang dikenal juga Dalem Agung Pakungwati merupakan cikal bakal Keraton Kasepuhan. Keraton Pakungwati yang terletak di sebalah timur Keraton Kasepuhan, dibangun oleh Pangeran Cakrabuana (Putera Raja Pajajaran) pada tahun 1452, berati bersamaan dengan pembangunan Tajug Pejlagrahan yang berada di sebelah timurnya. Pada tahun 1479 keraton ini diperluas dan dilebarkan. Luas situs pertama di Cirebon ini sekitar 4900 m2, mempunyai tembok keliling sendiri, keadaan bangunannya sekarang tinggal reruntuhannya saja. Di lokasi tersebut terdapat sisa-sisa bangunan, gua buatan, sumur dan taman.
Pada abad ke-16 Sunan Gunung Jati mangkat, digantikan oleh cicitnya yang bernama Pangeran Emas Zaenal Arifin dan bergelar Panembahan Pakungwati I. Pada tahun 1529 beliau membangun keraton baru di sebelah barat daya keraton lama. Keraton baru ini juga dinamai Keraton Pakungwati, mengabdikan nama puteri Pangeran Cakrabuana atau buyut sultan, yang gugur pada tahub 1549 ketika ikut memadamkan kobaran api yang membakar Mesjid Agung Sang Cipta Rasa.

Pada tahun 1969 Kesultanan Cirebon dibagi dua menjadi Kesultanan Kanoman dan Kasepuhan. Kesultanan Kanoman dipimpin oleh Pangeran Kartawijaya dan bergelar Sultan Anom I, sementara Kesultanan Kasepuhan dipimpin oleh Pangeran Martawijaya yang bergelar Sultan Sepuh I. Kedua sultan ini kakak beradik, dan masing-masing menempati Keraton sendiri. Sultan Sepuh I menempati Keraton Pakungwati, yang kemudian berganti nama menjadi Keraton Kasepuhan.

Pintu gerbang utama Keraton Kasepuhan terletak di sebelah utara dan pintu gerbang kedua berada di selatan kompleks. Gerbang utara disebut Kreteg Pangrawit  berupa jembatan, sedangkan di sebelah selatan disebut lawang sanga (pintu sembilan). Setelah melewati Kreteg (jembatan) Pangrawit akan sampai di bagian depan keraton. Di bagian ini terdapat dua bangunan yaitu Pancaratna dan Pancaniti.

Bangunan Pancaratna berada di kiri depan kompleks arah barat berdenah persegi panjang dengan ukuran 8 x 8 m. Lantai tegel, konstruksi atap ditunjang empat sokoguru di atas lantai yang lebih tinggi dan 12 tiang pendukung di permukaan lantai yang lebih rendah. Atap dari bahan genteng, pada puncaknya terdapat mamolo. Bangunan ini berfungsi sebagai tempat seba atau tempat yang menghadap para pembesar desa atau kampong yang diterima oleh Demang atau Wedana. Secara keseluruhan memiliki pagar terali besi.

Bangunan Pangrawit berada di kiri depan kompleks menghadap arah utara. Bangunan ini berukuran 8 x 8 m, berantai tegel. Bangunan ini terbuka tanpa dinding. Tiang-tiang yang berjumlah 16 buah mendukung atap sirap. Bangunan ini memiliki pagar terali besi. Nama Pancaniti berasal dari panca berarti jalan dan niti berarti mata atau raja atau atasan. Bangunan ini berfungsi sebagai tempat perwira melatih prajurit dalam perang-perangan, tempat istirahat, dan juga sebagai tempat pengadilan.

a) Halaman Pertama
Setelah melewati Pancaratna dan Pancaniti selanjutnya memasuki halaman pertama. Untuk memasukinya bisa melewati Gapura Adi atau Gapura Banteng. Gapura Adi berupa pintu gerbang berbentuk bentar berukuran 3,70 x 1,30 x 5 m menggunakan bahan bata. Gapura Adi ini berada di utara Siti Inggil. Gapura Benteng berupa pintu gerbang dengan bentuk bentar berukuran 4,50 x 9 m. Pintu ini lebih besar dan tinggi daripada Gapura Adi. Pada pipi tangga sebelah timur terdapat stilirisasi bentuk banteng.
Halaman pertama merupakan komplek Siti Inggil, di komplek terdapat beberapa bangunan, antara lain Mande Pendawa Lima yang berfungsi untuk tempat duduk pengawal Raja, Mande Malang Semirang yang berfungsi sebagai tempat duduk raja timadu menyaksikan acara di alun-alun, Mande Semar Timandu adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat duduk penghulu atau penasehat raja. Mande Karesmen yaitu bangunan sebagi tempat menampilkan kesenian untuk raja, dan Mande Pengiring yaitu bangunan sebagai tempat mengiring raja. Selain bangunan tersebut masih ada satu bangunan lagi yaitu bangunan Pengada. Bangunan ini berukuran 17 x 9,5 m, berfungsi sebagai tempat membagi berkat dan tempat pemeriksaan sebelum menghadap raja. 

b) Halaman Kedua
Halaman kedua dibatasi tembok bata. Pada pagar bagian utara terdapat dua gerbang yaitu Regol Pengada dan gapura lonceng. Regol Pengada merupakan pintu gerbang masuk halaman ketiga dengan ukuran panjang dasar 5 x 6,5 m. Gerbang yang berbentuk paduraksa ini menggunakan batu dan daun pintunya dari kayu. Gapura Lonceng terdapat di sebelah timur Gerbang Pangada dengan ukuran panjang dasar 3,10 x 5 x 3 m. Gerbang ini berbenduk koriagung  (gapura beratap) menggunakan bahan bata.    

Halaman kedua ini terbagi dua, halaman Pengada dan halaman untuk kompleks Langgar Agung. Halaman Pengada berukuran 37 x 37 m yang berfungsi untuk memarkirkan kendaraan atau menambatkan kuda. Di halaman ini dahulu ada sumur untuk memberi minum kuda. Halaman kompleks Langgar Agung merupakan halaman di mana terdapat bangunan kompleks Langgar Agung. Bangunan Langgar Agung menghadap ke arah timur, memiliki bangunan utama dengan ukuran 6 x 6 m. Teras 8 x 2, 5 m. Jadi bangunan ini berbentuk “T” terbalik Karena teras depan lebih besar dari bangunan utama. Bagian teras berdinding kayu setengah dari permukaan lantai, kemudian setengah bagian atas diberi terali kayu. Dinding bangunan utama merupakan dinding tembok. Mihrab berbentuk melengkung berukuran 5 x 3 x 3 m. Di dalam mihrab tersebut terdapat mimbar terbuat dari kayu berukuran 0,90x 0,70x2 m.

Atap Langgar Agung merupakan atap tumpang dua dengan menggunakan sirap. Konstruksi atap disangga 4 tiang utama. Langgar Agung ini memiliki halaman dengan ukuran 37 x 17 m. Langgar ini berfungsi sebagai tempat ibadah kerabat keraton. Bangunan Langgar Agung dilengkapi pula dengan Pos Bedug Somogiri. Bangunan yang menghadap ke timur ini berdenah bujursangkar berukuran 4 x 4 m yang di dalamnya terdapat bedug (tambur). Bangunan ini tanpa dinding dan atap berbentuk limas, penutup atap didukung 4 tiang utama dan 5 tiang pendukung.

c) Halaman Ketiga
Antara halaman kedua dan ketiga dibatasi tembok dengan gerbang berukuran 4x6,5 x 4 m. Gerbang tersebut dilengkapi dua daun pintu terbuat dari kayu, jika dibuka dan ditutup akan berbunyi maka disebut pintu gledeg (guntur) . Di halaman ketiga terdapat sejumlah bangunan sebagai berikut.

d) Taman Bunderan Dewandaru
Taman ini berdenah bulat telur terbuat dari batu cadas. Memiliki arti dari namanya Bunder artinya sepakat. Dewa berarti dewa atau mahluk halus dan ndaru artinya cahaya. Arti keseluruhan adalah “orang yang menerangi sesama mereka yang masih hidup dalam masa kegelapan”. Luas taman 20 m2. Di taman ini terdapat nandi, pohon soko sebagai lambing bersuka hati, 2 patung macan putih merupakan lambang Pajajaran, meja dan bangku 2 buah meriam yang dinamai Ki Santomo dan Nyi Santoni.

e) Museum Benda Kuno
Bangunan yang menghadap timur berbentuk “E”. Terdapat 2 pintu untuk memenuhi bangunan tersebut. Di sini disimpan benda-benda kuno Keraton Kasepuhan.

f) Museum Kereta
Bangunan ini menghadap barat dan teat di timur Taman Bunderan Dewandaru ini berukuran 13,5 x 11 m. Di Museum Kereta tersimpan kereta-kereta dan barang lainnya

g) Tunggu Manunggal
Bangunan ini berupa batu pendek ± 50 cm, dikelilingi 8 buah pot bunga yang melambangkan Allah yang satu zat sifatnya.

h) Lunjuk
Bangunan yang menghadap timur ini berukuran 10 x 7 m yang berfungsi melayani tamu dalam mencatat dan melaporkan urusannya menghadap raja.

i) Sri Manganti
Bangunan ini berada di timur tugu manunggal berbentuk bujursangkar. Bangunan ini terbuka tanpa dinding, bungbungan berbentuk joglo dan atap genteng didukung dengan 4 tiang soko guru, 12 tiang tengah dan 12 tiang luar. Langiut-langit dipenuhi ukiran-ukiran yang berwarna putih dan coklat. Bangunan ini bernama Sri Manganti karena arti sri artinya raja, manganti artinya menunggu. Sehinggra artinya secara keseluruhan tempat menunggu keputusan raja.

j) Bangunan Induk Keraton 
Bangunan induk keraton merupakan tempaty aktifitas Sultan, dalam bangunan ini terdapat beberapa ruangan dengan fungsi yang berbeda, yaitu :

Kuncung dan Kutagara Wadasan dibangun pada tahun 1678 oleh Sultan Sepuh 1.  Kuncung berupa bangunan berukuran 2,5 x 2,5 x 2,5 m yang digunakan parkir kendaraan sultan. Kutagara Wadasan adalah gapura yang bercat putih dengan gaya khas Cirebon berukuran lebar 2,5 m dan tinggi ± 2,5 m. Gaya Cirebon tampak pada bagian bawah kaki gapura yang berukiran wadasan dan bagian atas dengan ukiran mega mendung. Arti ukiran tersebut seseorang harus mempunyai pondasi yang kuat jika sudah menjadi pimpinan atau sultan harus bisa mengayomi bawahan dan rakyatnya.

Jinem Pangrawit yaitu bangunan yang berfungsi sebagai serambi keraton. Nama jinem Pangrawit berasal dari kata jinem atau kajineman berarti tempat tugas dan Pangrawit berasal dari kata rawit berate kecil, halus atau bagus. Lantai marmer, dinding tembok berwarna putih dan dihiasi keramik Eropa. Atap didukung 4 tiang sokoguru kayu dengan umpak beton. Ruangan ini digunakan sebagai tempat Pangeran Patih dan wakil sultan dalam menerima tamu.

Gajah Nguling yaitu ruangan tanpa dinding dan terdapat 6 tiang bulat bergaya tiang tuscan setinggi 3 m. Lantai tegel dan langit-langit berwarna hijau. Ruangan ini tidak memanjang lurus tapi menyerong (membengkok) dan kemudian menyatu dengan bangsal Pringandani. Bentuk ruangan ini mengambil bentuk gajah yang sedang Nguling (menguak) dengan belalainya yang bengkok. Ruangan ini dibangun oleh Sultan Sepuh IX pada tahun 1845.

Bangsal Pringgandani merupakan ruangan yang berada di sebelah selatan ruangan Gajah Nguling. Ruangan ini memiliki 4 tiang utama segi empat berwarna hijau yang berfungsi sebagai tempat menghadap para Bupati Cirebon, Kuningan, Indramayu dan Majalengka. Sewaktu-waktu dipakai pula sebagai tempat sidang warga keraton.

Bangsal Prabayasa berada di selatan bangsal Pringgandani. “Prabayasa” berasal dari kata praba artinya sayap dan yasa artinya besar. Kata-kata tersebut mengandung arti bahwa Sultan melindungi rakyatnya dengan kedua tangannya yang besar. Pada dinding ruangan terdapat relief yang diberi nama Kembang Kanigaran berarti lambing kenegaraan. Maksudnya Sri Sultan dalam pemerintahannya harus welas asih pada rakyatnya.

Bangsal Agung Panembahan merupakan ruangan yang berada di selatan dan satu meter lebih tinggi dari bangsal Prabayaksa. Fungsinya sebagai singgasana Gusti Panembahan. Ruangan ini masih asli dan belum ada perubahan sejak dibangun tahun 1529. 

Pungkuran merupakan ruangan serambi yang terletak di belakang Keraton. Tempat ini berfungsi sebagai tempat meletakan sesaji pada waktu peringatan Maulid Nabi Muhamad. 

Bangunan Dapur Maulud ini berada di depan Kaputren dengan arah hadap timur yang berfungsi sebagai tempat memasak persiapan peringatan Maulid Nabi SAW. 

Pamburatan merupakan bangunan yang berada di selatan Kaputren. Pambuaran artinya menggurat atau mengerik. Bangunan ini berfungsi sebagai tempat mengerik kayu-kayu wangi (kayu untuk boreh) untuk kelengkapan selamatan Maulud Nabi SAW.
  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar