Keraton Kanoman berada di Jl. Winaon, Kampung Kanoman, Kelurahan Lemah Wungkuk, Kecamatan Lemah Wungkuk. Keraton yang berada pada pedataran pantai ini tepat pada koordinat 06º 43' 15,8" Lintang Selatan dan 108º 34' 12,4" Bujur Timur. Di sebelah utara keraton terdapat pasar tradisional, sedangkan di sebelah selatan dan timur merupakan pemukiman penduduk. Di sebelah barat keraton terdapat sekolah Taman Siswa.
Keraton Kanoman didirikan oleh Pangeran Mohamad Badridin atau Pangeran Kertawijaya, yang bergelar Sultan Anom I, pada sekitar tahun 1510 Šaka atau 1588 M. Titimangsa ini mengacu pada prasasti berupa gambar surya sangkala dan Keraton Sangkala yang terdapat pada pintu Pendopo Jinem menuju ruang Prabayasa berupa “matahari” yang berarti 1, “wayang Dharma Kusuma” yang berarti 5, “bumi” yang berarti 1 dan “bintang kemangmang” yang berarti 0. Jadi, chandr sangkala itu menunjukan angka tahun 1510 Šaka atau 1588 M. Sementara sumber lain menyebutkan bahwa angka pembangunan Keraton Kanoman adalah bersamaan dengan pelantikan Pangeran Mohamad Badridin menjadi Sultan Kanoman dan bergelar Sultan Anom I, yang terjadi pada tahun 1678-1679 M.
Salah satu bangunan penting yang terdapat dalam komplek Keraton Kanoman adalah Witana. Witana berasal dari kata “awit ana” yang berarti bangunan tempat tinggal pertama yang didirikan ketika membentuk Dukuh Caruban. Dalam kakawin Nagarakertagama bangunan witana adalah berupa panggung kayu sementara dengan atap tanpa dinding tempat persemayaman raja sementara waktu. Sebagaimana kita ketahui, bahwa Cirebon adalah salah satu kota tua di Pulau Jawa. Menurut Babad Cerbon yang diindonesiakan oleh Pangeran Sulaeman Suleendraningrat (1984), Cirebon bermula dari pendukuhan kecil. Pendukuhan ini telah terbentuk sejak abad ke 15, yaitu sekitar 1 sura 1367 Hijriah atau 1445 M dirintis oleh Ki Gede Alang-alang dan kawan-kawan. Dukuh Cirebon ini dilengkapi pula dengan Keraton Pakungwati dan Tajug Pejlagrahan yang dibangun oleh Pangeran Cakrabuana (penerus/pengganti Ki Gede Alang-alang) pada tahun 1452 M. Pada masa itu dukuh ini telah berkembang dengan penduduk dan mata pencaharian yang beragam. Oleh karena itu, dukuh ini juga pernah disebut caruban yang berarti campuran.
Keraton Kanoman merupakan satu kompleks dengan denah empat persegi panjang dari arah utara – selatan. Menurut arsitekturnya tata ruang komplek ini dibagi 4 bagian, yaitu bagian depan kompleks, halaman pertama, halaman kedua, halaman ketiga.
a) Bagian Depan Kompleks
Di bagian ini terdapat bangunan Cungkup Alu, Cungkup Lesung, Pancaratna, dan Pancaniti. Cungkup Alu berupa bangunan terbuka berukuran 0,7 x 1 x 1,5 m dan terbuat dari bahan kayu. Atap genteng didukung oleh 4 tiang. Cungkup Lesung merupakan bangunan terbuka berukuran 0,7 x 1 x 1,5 m dan terbuat dari bahan kayu. Atap genteng didukung oleh 4 tiang. Bangunan Pancaratna merupakan bangunan kayu tanpa dinding yang terletak disebelah barat pintu masuk. Bangunan ini di kanan depan kompleks yang menghadap utara berbentuk bujursangkar dengan ukuran 8 x 8 m. Lantai keramik Bangunan terbuka, hanya ada tiang-tiang yang mendukung atap sirap. Berfungsi sebagi tempat seba atau tempat para pembesar desa menghadap Demang atau Wedana atau tempat jaga bintara kerajaan. Sedangkan bangunan Pancaniti adalah bangunan kayu tanpa dinding yang terletak di sebelah timur pintu masuk, menghadap utara berbentuk persegi panjang dengan ukuran 8 x 10 m. Lantai keramik. Bangunan ini terbuka, hanya ada tiang-tiang yang mendukung atap sirap. Fungsinya sebagai tempat perwira melatih prajurit dalam perang-perangan, tempat istirahat perwira dari pelatihan perang dan tempat pengadilan atau sebagai tempat jaga prajurit kerajaan.
b) Halaman Pertama
Halaman ini disebut lemah duwur (tanah tinggi). Memang tanah ini lebih tinggi dari bagian lainnya. Halaman ini dipagar setinggi 1,30 m dengan bahan bata. Pagar utara, barat dan selatan terdapat pintu gerbang bentar. Di utara berukuran tinggi 3 m dan lebar 4 m. Di barat tinggi 5 m dan lebar 4 m. Di selatan tinggi 2,50 m dan lebar 2 m. Di halama ini terdapat 2 bangunan, yaitu :
• Balai Manguntur; Bangunan menghadap utara ini berukuran 6,5 x 6,5 x 5 m. Bangunan ini menggunakan bahan bata, lantai keramik yang berundak dua. Bangunan ini terbuka tanpa dinding. Dinding-dindingnya melengkung ke atas terkesan menyerupai gerbang.. Di dalamnya terdapat balai berukuran 1,50 x 1,50 m untuk tempat duduk Sultan. Atapnya sirap berbentuk kerucut. Secara keseluruhan bangunan ini diperindah dengan hiasan keramik-keramik piring yang ditempelkan sebagai tempat pertunjukan yang dipersembahkan untuk raja.
• Panggung; Bangunan ini menghadap barat berukuran 6 x 10 x 5 m. Lantai keramik. Bangunan ini terbuka tanpa dinding. Hanya ada tiang-tiang yang mendukung bubungan dengan bentuk limas an terpotong dan menggunakan atap sirap. Bangunan ini berfungsi sebagai tempat pertunjukan yang dipersembahkan untuk raja.
c) Halaman Kedua
Halaman kedua berdenah bentuk huruf “L”, terdapat dua bangunan, yaitu : Bale Paseban dan Gerbang Seblawong di sisi utaranya.
• Bale Paseban; Banguna yang menghadap barat ini berukuran 12 x 12 x 4 m. Bangunan ini menggunakan bahan kayu dan lantai tegel. Bangunan ini terbuka tanpa dinding. Tiang-tiang yang mendukung atap sirap limasan terpotong ini dari tiang satu ke tiang lainnya terkesan berbentuk seperti pagar terali kayu. Bangunan ini berfungsi tempat tunggu untuk giliran menghadap Sultan.
• Gerbang Seblawong; Gerbang yang menggunakan bata ini berbentuk paduraksa dengan ukuran tinggi 9 m, lebar 4,80 m dan tebal 2 m. Bangunan yang kokoh ini terkesan bergaya kolonial. Di samping besarnya yang sangat mencolok, bangunan ini memiliki ragam hias tiang-tiang yang samara dengan pelipit vertikal dan horizontal, di tengah-tengahnya dihubungkan dengan pelipit vertikal dan melengkung. Di bawah lengkungan ini merupakan batas pintu yang terbuat dari kayu jati. Seluruh bangunan ini diberi hiasan piring-piring keramik yang ditempelkan pada selruh permukaan pintu gerbang. Pintu gerbang ini dibuka hanya pada waktu perayaan Maulud Nabi Muhammad S.A.W..
d) Halaman Ketiga
Antara halaman ketiga dan halaman ke empat dibatasi pagar terbuat dari bata setinggi 1,50 m. Di halaman ini terdapat sejumlah bangunan, yaitu :
• Tempat Lonceng disebut juga gajah mungkur. Bangunan ini menghadap ke timur, berfungsi sebagai tempat menyimpan lonceng dengan ukuran 3 x 2 x 2,5 m. Lantainya hanya merupakan plur semen. Dinding tembok dan atapnya genteng.
• Bale Semirang merupakan bangunan yang menghadap timur, berbentuk persegi panjang dengan ukuran 3 x 6 x 3 m. Bangunan ini sangat sederhana, lantainya hanya plur semen. Bangunan ini terbuka tanpa dinding dengan atap sirap berbentuk limasan. Bangunan ini berfungsi untuk memberikan informasi. Dahulu tempat ini digunakan untuk tempat bermusyawarah dengan sultan.
• Langgar Kanoman merupakan bangunan tempat shalat. Bangunan ini sangat sederhana berukuran 6 x 8 x 3,5 m memiliki lantai tegel, dinding tembok dan atap genteng dengan bentuk limasan.
• Paseban Singabrata merupakan tempat jaga perwira keraton. Bangunan ini menghadap ke arah barat, berukuran 8 x 10 m. Lantai dari bahan keramik, terbuka tanpa dinding. Terdapat beberapa tiang menunjang atap sirap dengan bentuk limasan. Bangunan ini berfungsi sebagai ruang tunggu menghadap sultan.
• Jinem adalah bagian ruang sultan dengan arah hadap utara dan berukuran 12 x 8 m dengan lantai keramik. Ruang ini berfungsi sebagai tempat para pembesar menghadap Sultan.
• Kaputren merupakan tempat tinggal putra dan putri sultan. Bangunan yang bergaya kolonial ini digunakan sebagai rumah tinggal anak-anak Sultan yang laki-laki. Bangunan ini terbuat dari bahan tembok.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar